SEBENARNYA
MAMPU,
TAPI
KENAPA TIDAK DILAKUKAN?
(Catatan Harian Pembelajaran di Kelas)
Oleh:
Ya'qub Chamidi,MPd
(Guru Kelas 3 Al-Farabi SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo)
Di
kelas 3 ar Razi tahun pelajaran 2018-2019, ada program Tahfidz Kompetisi yang
hasilnya bisa dilihat bersama di dalam kelas. Setiap hari ada beberapa siswa
berkompetisi dengan cara setoran hafalan kepada Wali Kelasnya. Ada yang
setor satu surat, tiga surat, bahkan ada yang lebih dari itu. Diantara
siswa-siswa itu ada yang bernama Althaf (samaran). Ketika temannya berlomba
setoran hafalan, Althaf setor tapi semangat seperti teman-temannya, padahal dia
mampu melakukan bersaing dengan teman-temannya.
Waktu
berjalan dan tidak terasa pembelajaran akan berakhir, beberapa temannya sudah
menyelesaikan target hafalan tapi Althaf masih sedang menyelesaikan setoran
hafalannya. Sebenarnya, dia mampu menghafal dan sama-sama setor sebagaimana
teman-teman lainnya yang sudah menyelesaikan target hafalan, tetapi dia tidak greget
alias santai menyelesaikannya. Mama Althaf (seperti dalam chat whattsapp
dan langsung disampaikan kepada saya) sering memberi motivasi agar segera
menyelesaikan, tapi Althaf tetap santai setoran dari surat ke surat yang lain. Hingga
pembelajaran kelas 3 berakhir Althaf pun masih menyelesaikan setoran hafalan
beberapa surat. Tetapi apadaya, pembelajaran sudah berakhir dan target hafalan
kelas tigapun belum tuntas.
Pengalaman
tersebut menginspirasi untuk berpikir apa yang harus dilakukan selaku Wali
Kelas. Tentu, mengeluh saja tanpa berbuat apa-apa adalah hal yang bukan
solutif. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah mengapa ada siswa yang
sebenarnya mampu, tapi mengapa tidak mau
melakukan?. Mendapat nilai baik atau kurang baik reaksi siswa ini tetap
sama, santai saja. Padahal hadiah yang dijanjikan atau kadang ancaman tidak
menggerakkan dirinya untuk berprestasi atau meningkatkan prestasinya.
Pada
dasarnya, semua anak ingin berprestasi dan prestasi ini ingin diakui. Tetapi,
kenyataannya sebagian dari mereka dapat mencapai keinginan tersebut karena ia
mau berusaha dan berupaya untuk mewujudkannya. Sementara sebagian yang lain
ingin berprestasi tetapi tidak mau menjalani usaha dan upaya. Akhirnya tidak
dapat meningkatkan prestasinya.
Mengapa
itu terjadi? Salah satu penyebab yang paling besar adalah banyak anak yang
menginginkan suatu barang seperti mainan atau makanan tetapi dengan mudah
orangtuanya memberikan kepadanya. Sementara pada anak-anak lain yang
menginginkan barang atau makanan harus melewati syarat yang mengharuskan ia
menempuh usaha maupun upaya.
Dari sinilah seorang anak mulai belajar dalam
hidupnya bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan ia harus berusaha
maupun berupaya. Dan jika anak sering melewati usaha dan upaya maka ia mulai
terbiasa untuk melakukannya tanpa merasakan bahwa upaya dan usaha tersebut
sebagai beban bagi dirinya. Akhirnya ketika ia memiliki keinginan yang lebih
abstrak, seperti mendapat nilai dari pelajarannya maka ia dengan ringan mau
berupaya dan berusaha. Wallahu a’lam bish-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar