Minggu, 28 Juni 2020


SEBENARNYA MAMPU, 
TAPI KENAPA TIDAK DILAKUKAN?

(Catatan Harian Pembelajaran di Kelas)
Oleh:
Ya'qub Chamidi,MPd
(Guru Kelas 3 Al-Farabi SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo)






Di kelas 3 ar Razi tahun pelajaran 2018-2019, ada program Tahfidz Kompetisi yang hasilnya bisa dilihat bersama di dalam kelas. Setiap hari ada beberapa siswa berkompetisi dengan cara setoran hafalan kepada Wali Kelasnya. Ada yang setor satu surat, tiga surat, bahkan ada yang lebih dari itu. Diantara siswa-siswa itu ada yang bernama Althaf (samaran). Ketika temannya berlomba setoran hafalan, Althaf setor tapi semangat seperti teman-temannya, padahal dia mampu melakukan bersaing dengan teman-temannya.
Waktu berjalan dan tidak terasa pembelajaran akan berakhir, beberapa temannya sudah menyelesaikan target hafalan tapi Althaf masih sedang menyelesaikan setoran hafalannya. Sebenarnya, dia mampu menghafal dan sama-sama setor sebagaimana teman-teman lainnya yang sudah menyelesaikan target hafalan, tetapi dia tidak greget alias santai menyelesaikannya. Mama Althaf (seperti dalam chat whattsapp dan langsung disampaikan kepada saya) sering memberi motivasi agar segera menyelesaikan, tapi Althaf tetap santai setoran dari surat ke surat yang lain. Hingga pembelajaran kelas 3 berakhir Althaf pun masih menyelesaikan setoran hafalan beberapa surat. Tetapi apadaya, pembelajaran sudah berakhir dan target hafalan kelas tigapun belum tuntas.
Pengalaman tersebut menginspirasi untuk berpikir apa yang harus dilakukan selaku Wali Kelas. Tentu, mengeluh saja tanpa berbuat apa-apa adalah hal yang bukan solutif. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah mengapa ada siswa yang sebenarnya mampu, tapi mengapa  tidak mau melakukan?. Mendapat nilai baik atau kurang baik reaksi siswa ini tetap sama, santai saja. Padahal hadiah yang dijanjikan atau kadang ancaman tidak menggerakkan dirinya untuk berprestasi atau meningkatkan prestasinya.
Pada dasarnya, semua anak ingin berprestasi dan prestasi ini ingin diakui. Tetapi, kenyataannya sebagian dari mereka dapat mencapai keinginan tersebut karena ia mau berusaha dan berupaya untuk mewujudkannya. Sementara sebagian yang lain ingin berprestasi tetapi tidak mau menjalani usaha dan upaya. Akhirnya tidak dapat meningkatkan prestasinya.
Mengapa itu terjadi? Salah satu penyebab yang paling besar adalah banyak anak yang menginginkan suatu barang seperti mainan atau makanan tetapi dengan mudah orangtuanya memberikan kepadanya. Sementara pada anak-anak lain yang menginginkan barang atau makanan harus melewati syarat yang mengharuskan ia menempuh usaha maupun upaya.
Dari sinilah seorang anak mulai belajar dalam hidupnya bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan ia harus berusaha maupun berupaya. Dan jika anak sering melewati usaha dan upaya maka ia mulai terbiasa untuk melakukannya tanpa merasakan bahwa upaya dan usaha tersebut sebagai beban bagi dirinya. Akhirnya ketika ia memiliki keinginan yang lebih abstrak, seperti mendapat nilai dari pelajarannya maka ia dengan ringan mau berupaya dan berusaha. Wallahu a’lam bish-shawab

Selasa, 23 Juni 2020


Agar Ananda
MEMILIKI TANGGUNGJAWAB
 (Catatan Harian Pembelajaran di Kelas)

Oleh:
Ya'qub Chamidi,MPd
(Guru Kelas 3 Al-Farabi SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo) 


      Tahun ajaran baru 19/20 sudah berjalan satu bulan. Sedikit demi sedikit saya mulai mengenal siswa. Dari beberapa siswa di kelas ada yang terlihat pendiam dan merasa enjoy dengan sikapnya. Selaku wali kelas tentu harus bisa mengenal lebih dekat. Ketika melihat tugas-tugasnya, jarang sekali diselesaikan sampai tuntas.
Dalam sebuah kesempatan, Bunda siswa tersebut mengeluh karena putranya kurang memiliki tanggungjawab. Baik tugas-tugas di sekolah atau di rumah. Hal inilah yang menjadi angan-angan saya bagaimana siswa di kelas 3 al-Farabi dapat muncul tanggungjawabnya dalam pembelajaran satu tahun ini, meskipun itu tidak langsung namun pasti.
Nah, tentang tanggungjawab ini dalam buku-buku literasi parenting bisa dimunculkan dengan Memberi Mandat.
Karena itu, saya mulai menyempurnakan kepengurusan kelas. Mulai dari ketua kelas, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Selain itu juga kepengurusan lainnya yang dikenal dengan tujuh K.
          Tidak lupa tugas-tugas setiap pengurus, juga disampaikan meskipun sekilas. Sehingga siswa yang tertunjuk sebagai pengurus sesuai dengan masing-masing perannya bisa memerankan fungsinya. Wali kelas memantau dan mengarahkan bagaimana organisasi kelas bisa berjalan dengan baik.
          Peran yang diberikan kepada siswa ini adalah bertanggungjawab atas tugas-tugas yang sudah dibagikan. Misalnya, ketika ada jam kosong, maka Ketua Kelas yang akan mencari guru pengajarnya, jika tidak ketemu dilanjutkan mencari Waka Kurikulum, apakah ada tugas untuk kelas. Di hari Jum’at ada GAJI (Gerakan Amal Jumat berupa Infaq), maka Bendahara kelas yang keliling mengambil infak teman-temannya. Ketua kelas selalu mengingatkan siswa-siswa yang piket di hari itu, untuk membersihkan kolong meja sebelum pulang. Dan contoh-contoh lainnya.
          Dengan pemberian mandat seperti di atas, bersama dengan control yang dilakukan wali kelas secara berkesinambungan maka tanggungjawab anak akan muncul. Tidak berhenti di kelas saja, tetapi dilanjutkan oleh orangtua memberikan mandat di rumah disesuaikan dengan kondisi dan keadaan di rumah. Tidak berhenti di kelas tertentu saja, tetapi juga dilanjutkan di jenjang kelas selanjutnya, sehingga mandat itu terus dilakukan sebagai wujud dari tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
          Karena itu, sebagai guru dan orang tua, mandat seperti ini harus terbiasa diberikan kepada mereka. Jika tidak maka ingatlah, di luar sana banyak orang lain yang akan memberikan mandat kepada anak kita. Akan tetapi, tidak ada jaminan dari mandat yang dilakukan, positif atau negatif.